Mencari Pedang Wakizashi

kali dibaca

 

Ilustrasi: freepik


Langkah Ryota terhenti di bawah pohon pinus di tepi jurang. Ia menajamkan pandangan. Tampak kerangka tulang manusia yang tergeletak di lereng jurang curam. Sebilah pedang pendek tergeletak di sisi kerangka manusia itu.


Usai minum 1) matcha di 2) minshuku, Ryota melangkah lambat-lambat mengelilingi Danau Saiko. Genangan air danau memantulkan bunga sakura bermekaran dan bayang-bayang Gunung Fuji.


Harumi dan Takizawa melangkah di sisi Ryota sembari memandang sekawanan angsa berenang di atas air. Wajah Ryota serius, menyuarakan kebimbangan hati, “Apa aku sanggup menemukan pedang wakizashi 3) di hutan Aokigahara seperti dipesan Harumi?”


Meninggalkan Kabukiza Teater di Tokyo, mereka melakukan perjalanan ke desa di kaki Gunung Fuji. Mereka menempati minshuku di tepi Danau Saiko. Harumi, penulis lakon, meminta kepada Ryota, aktor annagata 4), dan Takizawa, sutradara kabuki, untuk mengambil pedang wakizashi yang digunakan ayahnya bunuh diri di Hutan Aokigahara.


Mereka bertiga menempuh perjalanan ke Prefektur Yamanashi, lereng Gunung Fuji, menginap di minshuku yang tak jauh dari Danau Saiko.


“Siapa pun di antara kalian berdua yang dapat menemukan pedang pusaka itu, akan kujadikan suami,” kata Harumi.


Pedang pendek itu sebagai pasangan pedang katana zaman Shogun Tokugawa Ieyasu. Dua lelaki muda itu merasa berhak menyunting Harumi. Mereka ingin melacak pedang pendek wakizashi di dalam pekat hutan.


“Besok pagi aku akan memasuki hutan,” kata Ryota. “Akan kutemukan pedang wakizashi.”

***


“Kau tak tahu betapa angker hutan itu. Yurei 5) akan menyesatkanmu. Kau tak kan pernah bisa keluar dari hutan,” kata Takizawa

“Ajalku masih lama.”

“Siapa berkata begitu?”

“Guru kenjutsu 6), Akihiro,” kata Ryota, penuh percaya diri.

Dari Danau Saiko ke arah selatan terbentang Hutan Aokigahara, tempat orang-orang menyusup masuk ke dalam kerimbunannya dan tak kembali lagi.

Harumi pernah memasuki hutan, dan Ryota menemukan gadis belia itu dalam keputusasaan setelah disiksa kakak lelakinya, seorang yakuza. Ryota melihat Harumi duduk di bawah pohon tua. Gadis itu menghadap ke arah jurang curam.

Ryota memaksa gadis belia itu meninggalkan hutan.

“Aku tak berani memasuki hutan lagi!” kata Harumi, menghindar dari tatapan mata Ryota yang gusar.

***


Meninggalkan Danau Saiko, Ryota berharap bisa menemukan pedang wakizashi. Ryota tak menemukan Takizawa di kamar minshuku. Ia menduga Takizawa sudah berangkat terlebih dahulu memasuki Hutan Aokigahara.

Harumi masih minum matcha, seorang diri di ruang tamu, tak memerlukan teman.

Kini Ryota memulai perjalanan memasuki Hutan Aokigahara untuk memenuhi permintaan Harumi yang menantang: sebilah pedang pendek zaman shogun Tokugawa Ieyasu. Akan tetapi, Ryota tak dapat memastikan apakah pedang wakizashi masih tergeletak di tempatnya di dalam hutan sebagaimana kisah Harumi. Mungkin saja seseorang yang memasuki hutan telah menemukan pedang pendek itu.

***


Masih pagi saat Ryota memasuki hutan pekat. Lelaki muda itu melangkah bimbang. Apakah pedang pendek itu akan ditemukannya di kesunyian hutan? Hutan ini gelap, lembap, dan dihuni roh-roh gentayangan. Ia melangkah mengikuti selotip yang ditempel penyusup hutan di batang-batang pepohonan.

Di mana letak pedang pendek itu berada? Ryota tak bisa menduga. Ia mesti melintasi jalan setapak yang pernah dilaluinya ketika menemukan Harumi di tengah hutan, duduk di tepi jurang, di bawah pohon pinus berumur ratusan tahun. Tetapi pohon besar itu belum ditemukannya. Ia menyelinap di antara batang-batang pepohonan paling rapat. Tak diketahuinya arah matahari. Roh gentayangan yurei, perempuan pucat dengan baju putih samar-samar menampakkan sosoknya.

Gerimis tipis di atas permukaan hutan. Ryota mengikuti sosok yurei yang berlari ke tengah hutan. Ia menyusup di antara pohon-pohon liar. Mengapa perempuan pucat berbaju putih itu menghilang ke tengah hutan? Ia mendengar percakapan roh-roh bergentayangan di antara pohon-pohon tua yang rapat, gelap, dan lembap. Ia tak menemukan jalan untuk kembali.

Ryota merasa dijebak sosok yurei yang memancingnya memasuki kegelapan hutan wingit. “Kau mau menakutiku? Aku, seorang keturunan ronin 7), tak pernah takut roh gentayangan!”

Langkah Ryota terhenti di bawah pohon pinus di tepi jurang. Ia menajamkan pandangan. Tampak kerangka tulang manusia yang tergeletak di lereng jurang curam. Sebilah pedang pendek tergeletak di sisi kerangka manusia itu.

Ryota merasa takjub pada pedang pendek yang mungkin saja digunakan seseorang untuk harakiri.

“Kutemukan pedang pendek yang kucari. Semoga pedang ini berasal dari masa shogun Tokugawa Ieyasu,” bisik Ryota pada dirinya sendiri.

***


Tenang dan hati-hati, Ryota menuruni lereng terjal. Mengambil pedang pendek, dan tergelincir ke dasar jurang. Berguling-guling. Tak sanggup mengendalikan diri. Terserak kerangka manusia, ransel lusuh, botol-botol sake kosong, dan kaos kaki usang. Ia lihat babi hutan liar beriringan, tikus kecil yang menyendiri, dan beruang hitam yang mengancam.

Lelaki muda itu bangkit. Hari hampir gelap. Ia bergerak pelan. Tubuhnya terasa remuk terempas di tanah batuan vulkanik. Lelaki muda itu dengan pedang pendek di tangan meninggalkan dasar jurang. Ia mengikuti tanda selotip plastik yang menempel berjajar di batang-batang pepohonan—serangkaian tanda untuk menemukan kembali jalan keluar dari hutan pekat.

Saat Ryota hampir terbebas dari Hutan Aokigahara yang pekat, terlihat bayangan sosok lelaki muda menghantam punggungnya dengan batu besar. Ia terjerembab. Pingsan.

Pedang pendek itu terpental dari genggamannya. Hutan lembap dan gelap sepanjang malam.


***

Wajah Ryota berembun. Ia siuman. Langit di atas Danau Saiko kemerahan. Sekawanan angsa berenangan. Ryota melangkah lambat-lambat meninggalkan hutan, menyusur jalan di tepi danau. Genangan air memantulkan bunga sakura bermekaran dan bayang-bayang Gunung Fuji tanpa kabut. Ia merasakan punggungnya sakit tertimpa batu keras. Dada sesak. Apakah Harumi masih di minshuku dan mau mendengar bahwa ia menemukan pedang wakizashi yang digunakan untuk harakiri ayahnya?

Tiba di minshuku, Ryota tak menemui Harumi dan Tazikawa. Ia meminta semangkuk matcha pada tuan rumah, lelaki setengah baya, dan bertanya, “Ke mana mereka?”

“Dua sahabatmu? Mereka pulang ke Tokyo kemarin malam, membawa pedang wakizashi yang ditemukan di dalam Hutan Aokigahara.”

***

Ryota menahan punggungnya yang memar. Ia ingin kembali ke Tokyo. Ia mesti meninggalkan Kabukiza Teater. Ia ingin pentas kabuki di Kokoritsu Gekijo 8). Ia ingin berguru pada lelaki tua Akihiro, mematangkan jurus kenjutsu. Suatu hari ia mesti menantang pertarungan pedang dengan Takizawa yang merebut pedang pendek wakizashi di tepi Hutan Aokigahara.


Sun Plaza Hotel Fuji, Juli 2025


1) Matcha: teh bubuk hijau.
2) Minshuku: penginapan berharga murah.
3) Wakizashi: pedang tradisional Jepang yang panjangnya sekitar 30-60 centimeter.
4) Annagata: aktor kabuki yang melakonkan tokoh perempuan.
5) Yurei: hantu dalam cerita rakyat Jepang.
6) Kenjutsu: bela diri pedang.
7) Ronin: samurai yang tak memiliki tuan atau majikan karena kematian tuan, kehilangan pekerjaan, atau alasan pribadi.
8) Kokuritsu Gekijo: Teater Nasional.


*Cerpen dimuat dalam KBA News dengan judul yang sama.

Penulis: S. Prasetyo Utomo
Penyelaras: Resza Mustafa





Tulis Komentar

Previous Post Next Post